![]() |
Logo resmi Perkumpulan Wartawan Online Dwipantara (PWOD). ( Foto : DPP PWO Dwipa — info kota sekayu ) |
JAKARTA ( INFO KOTA SEKAYU )
Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Wartawan Online Dwipantara (DPP PWOD) melontarkan kritik tajam terhadap Dewan Pers Republik Indonesia. Lembaga tersebut dinilai gagal menjalankan mandat konstitusionalnya sebagai penjaga kemerdekaan pers serta kebebasan informasi di Indonesia.
Ketua Umum DPP PWOD, Feri Rusdiono, menegaskan bahwa Dewan Pers kini telah melenceng jauh dari cita-cita reformasi 1998 yang melahirkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Alih-alih menjadi pelindung kebebasan pers, lembaga tersebut justru dianggap berubah menjadi alat pembatasan media.
“Kita harus jujur mengakui bahwa Dewan Pers hari ini tidak lagi menjadi payung bagi seluruh insan pers, tetapi berubah menjadi menara gading yang berdiri di atas kepentingan kelompok tertentu,” ujar Feri dengan tegas.
PWOD menyoroti fakta bahwa peringkat kebebasan pers Indonesia terus merosot di mata dunia. Merujuk World Press Freedom Index 2025 yang dirilis oleh Reporters Without Borders (RSF), Indonesia kini berada di peringkat ke-127 dari 180 negara.
“Angka ini bukan sekadar statistik, tapi cerminan nyata lemahnya perlindungan terhadap jurnalis dan media kita. Dan Dewan Pers tidak bisa lepas tangan dari fakta ini,” tambahnya.
Feri juga menilai kebijakan Dewan Pers dalam beberapa tahun terakhir menciptakan kesenjangan antara media besar dan media kecil, terutama dalam proses verifikasi. Media daerah dan media komunitas kerap tersisih hanya karena terkendala persyaratan administratif.
“Padahal, dalam semangat reformasi, setiap jurnalis punya hak yang sama untuk berperan dalam kehidupan demokrasi bangsa,” katanya.
Menurutnya, fungsi pembinaan yang diamanatkan Pasal 15 UU Pers seharusnya ditafsirkan sebagai kewajiban melindungi dan mendampingi seluruh insan pers, bukan membatasi atau menentukan siapa yang boleh disebut wartawan.
PWOD memetakan bahwa kemerdekaan pers di Indonesia tengah menghadapi tiga krisis besar:
1. Krisis kepercayaan – karena publik menilai media terlalu dekat dengan kepentingan politik.
2. Krisis moralitas – sebagian jurnalis terjebak dalam pragmatisme.
3. Krisis independensi lembaga – Dewan Pers dianggap tidak netral dan gagal menjadi pengayom.
“Krisis ini saling berkaitan dan melemahkan peran pers sebagai kontrol sosial terhadap kekuasaan,” jelas Feri.
Atas dasar itu, PWOD secara resmi mengusulkan kepada Presiden Republik Indonesia agar segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Dewan Pers. Langkah ini, menurut Feri, harus dilakukan melalui pembentukan Tim Independen Nasional yang melibatkan tokoh pers, akademisi, dan pakar hukum.
“Rekonstruksi total sangat penting untuk mengembalikan Dewan Pers ke khitahnya, sesuai dengan nilai Pancasila dan UUD 1945,” tegasnya.
Feri juga menekankan pentingnya orientasi baru Dewan Pers yang lebih fokus pada:
peningkatan kualitas jurnalistik,
kesejahteraan wartawan,
serta penguatan kapasitas media kecil dan daerah.
“Selama ini Dewan Pers terlalu elitis, sibuk dengan regulasi, tapi abai terhadap kesejahteraan wartawan. Padahal wartawan di pelosok adalah ujung tombak demokrasi,” paparnya.
PWOD menegaskan bahwa perjuangan reformasi Dewan Pers bukan untuk kepentingan organisasi tertentu, melainkan demi masa depan demokrasi Indonesia.
“Kita harus berdiri bersama. Musuh kita bukan sesama wartawan, melainkan sistem yang membungkam kebebasan berpikir dan menyampaikan kebenaran,” kata Feri.
Dalam waktu dekat, DPP PWOD akan menyusun Naskah Rekomendasi Nasional Reformasi Dewan Pers untuk diserahkan langsung kepada Presiden dan DPR RI sebagai bahan kajian.
“Kami tidak akan berhenti menyuarakan perubahan sampai kebebasan pers benar-benar dijalankan sesuai amanat Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita reformasi,” tandas Feri.
(Rilis DPP PWO Dwipa — Info Kota Sekayu)
Post a Comment for "DPP PWOD: Dewan Pers Gagal Jalankan Amanat Reformasi, Saatnya Dilakukan Rekonstruksi Total"