![]() |
| Mahasiswa hukum menulis opini tentang Perma Nomor 2 Tahun 2012 dan dampaknya terhadap rasa keadilan di masyarakat Sekayu. ( Foto : 1st — info kota sekayu ) |
MUSI BANYUASIN ( INFO KOTA SEKAYU )
Oleh: Syamsul Bahori (SBA) Mahasiswa Fakultas Hukum, IRS Kota Sekayu
Dalam satu dekade terakhir, terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 diduga telah menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
Peraturan ini mengatur bahwa pencurian dengan kerugian di bawah Rp2,5 juta dikategorikan sebagai tindak pidana ringan (tipiring) dan pelakunya tidak dapat ditahan.
Meskipun tujuan dari peraturan ini adalah untuk mengurangi beban pengadilan serta mempercepat proses penegakan hukum, di sisi lain dampaknya justru menimbulkan permasalahan dan dilema baru di tengah masyarakat.
Dampak Tidak Bisa Ditahannya Pelaku Pencurian
Kondisi ini menimbulkan kesan bahwa pelaku pencurian dapat berbuat seenaknya tanpa harus khawatir akan menjalani penahanan.
Akibatnya, masyarakat menjadi resah dan merasa tidak puas dengan peraturan tersebut. Banyak yang menilai hukum tidak lagi memberikan rasa keadilan dan tidak ditegakkan secara adil serta maksimal.
Keadilan yang Tidak Setara
Bukankah setiap warga negara berhak mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum?
Bagaimana mungkin pelaku pencurian dengan nilai kerugian yang relatif kecil tidak dapat ditahan, sementara pelaku kejahatan lainnya yang lebih berat justru dapat ditahan?
Kondisi ini menimbulkan kesan bahwa peraturan tersebut lebih melindungi pelaku kejahatan daripada masyarakat yang menjadi korban.
Solusi yang Tepat
Untuk mengatasi dilema ini, perlu dilakukan evaluasi dan revisi terhadap Perma Nomor 2 Tahun 2012.
Pemerintah dan Mahkamah Agung sebaiknya mempertimbangkan kembali batasan kerugian yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana ringan, serta meninjau ulang apakah pelaku pencurian tetap layak tidak ditahan.
Selain itu, diperlukan pula peningkatan kesadaran hukum di masyarakat tentang pentingnya menghormati hak-hak orang lain dan tidak melakukan tindakan pencurian, sekecil apa pun nilainya.
Penegakan Hukum dan Asas Keadilan
Dampak serta dilema dari terbitnya Perma Nomor 2 Tahun 2012 telah menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
Ketentuan bahwa pelaku pencurian dengan kerugian kecil tidak dapat ditahan perlu dipertimbangkan kembali, mengingat penegakan hukum dalam KUHP Pasal 362 (pencurian biasa) dan Pasal 364 (pencurian ringan) tidak seharusnya dikecualikan atau dianggap sebagai lex specialis derogat legi generali dalam konteks penegakan hukum.
Melihat dari urgensinya, Pemerintah dan Mahkamah Agung perlu bekerja sama secara serius untuk menemukan solusi yang tepat, demi terwujudnya keadilan yang setara bagi masyarakat.
Dengan kata lain, sudah saatnya ditegakkan kembali “Equality Legis” atau “Aequalitas Juris” — kesetaraan di hadapan hukum bagi seluruh warga negara.


Post a Comment for "Fenomena & Dilema di Tengah Masyarakat: Antara Keadilan dan Penegakan Aturan"